Author : Moh. Agil Setiawan
1 Views
Optimalisasi ditengah Keterbatasan Diri (belajar dari kisah Abdullah bin Ummi Maktum)
Manusia akan selalu hidup dalam perjuangan. Perjuangan dalam kegiatan berdakwah, perjuangan dalam menyelesaikan studi, perjuangan dalam meniti karir, serta berbagai bentuk perjuangan lainnya. Ada kalanya, manusia merasakan kesukaran dalam perjuangannya, salah satunya disebabkan oleh keterbatasan diri. Karena keterbatasan ini, membuat perjuangan pada sebagian orang terhambat, bahkan berhenti sama sekali, sehingga manusia tidak bisa mencapai tujuan perjuangannya. Namun, apakah sikap yang benar berhenti dari perjuangan karena keterbatasan diri?
Ternyata pada sebagian orang yang selainnya, keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berjuang. Seperti kisah sahabat Abdullah bin Ummi Maktum, seorang buta yang hidup pada zaman nabi. Dengan kebutaan, tentunya segala macam aktifitas akan terbatas, gerak akan terbatas, bahkan mungkin akan menyusahkan yang selainnya. Tetapi hal tersebut tidak berlaku pada Abdullah bin Ummi Maktum, bahkan dirinya sempat diabadikan dalam kitab Al Quran. Bahkan dikisahkan dengan kondisi butanya, beliau ikut berperang.
Bagaimana perjuangan Abdullah bin Ummi Maktum dalam melawan keterbatasan dirinya? Apa yang membuat dirinya begitu kuat dalam berjuang meskipun dirinya memiliki keterbatasan?
Author : Nuha al Haqi
1 Views
Hikmah Illahiyah Bagi yang Kalah (belajar dari perang Uhud)
Dalam sebuah kompetisi, kalah dan menang adalah suatu hal yang wajar. Di saat ada pihak yang menang pasti ada pihak yang kalah, dan sebaliknya ketika ada pihak yang kalah pasti ada pihak yang menang. Sederhana nampaknya, namun nyatanya tak sesederhana rasa yang ditimbulkan olehnya. Terlebih ketika seseorang berada dalam posisi kalah. Sedih, kecewa, terluka, terpuruk, semuanya seakan bercampur menjadi satu. Hari – hari setelah kekalahan pun seakan berat untuk dijalani, karena redupnya semangat hidup.
Hal demikian juga pernah dialami oleh umat Islam, tatkala harus menerima pil pahit kenyataan, yakni ketika kalah bertempur dalam Perang Uhud. Setidaknya 70 orang gugur sebagai syuhada dan puluhan lainnya mengalami luka berat dan ringan. Bahkan diantara syuhada tersebut, adalah Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi yang selalu melindunginya dari gangguan orang kafir selama di Mekkah). Sekembalinya ke Madinah, psikologis umat Islam mulai hancur, jiwa mereka seketika berubah menjadi pesimis, ketakutan, minder dan mengalami depresi. Bahkan diantara umat Islam saat itu ada yang mengira, Allah lebih mendukung kaum kafir daripada umat Muslim.
Namun anehnya adalah, meskipun kekalahan itu disebabkan oleh kesalahan umat Islam sendiri, akibat membangkang dari instruksi Rasulullah, namun Allah tak lantas mengkritik habis- habisan ataupun mempersalahkan kaum muslimin, seperti halnya pada saat pasca perang Badar. Sebaliknya, Allah justru menghibur dan memberi sanjungan kepada hamba – hambanya tersebut.
Ada apakah gerangan? Mengapa jika pada umumnya orang yang kalah selalu dipersalahkan, namun Allah justru menghibur dan memberikan sanjungan kepada umat Islam kala itu? Jika itu adalah sebuah pembelajaran, hikmah seperti apakah yang ingin Allah ajarkan kepada hamba-Nya dalam menghadapi kekalahan?