Tahun ke 5 Edisi 48

Di tengah situasi dimana virus Covid-19 masih mewabah, masyarakat masih dihadapkan dengan ujian lain, yakni kelangkaan masker. Jika ada pun, harganya sangat melangit, yakni bisa meningkat hingga puluhan persen dari harga normalnya. Bagi mereka yang memiliki materi berlebih, berapa pun harganya mungkin tak akan akan menjadi persoalan. Namun, bagaimana dengan mereka-mereka yang untuk membeli makan saja sudah kesulitan? Atau mereka-mereka para tenaga medis yang sangat bergantung dari adanya masker tersebut. Kelangkaan masker ini setelah ditelusuri, ternyata disebabkan oleh ulah oknum-oknum yang tak bertanggungjawab. Mereka menimbun ratusan atau bahkan jutaan masker, hanya demi mengambil keuntungan pribadi sebanyak yang mereka mau. Dalam pikiran mereka, yang terpikir hanyalah untung, untung, dan untung. Padahal di sisi lain, banyak nyawa yang dengan mudahnya harus terenggut, akibat ulah dan ketamakan yang sudah membutakan nurani mereka. Benarkah menimbun masker itu memberikan keuntungan yang sejati? Bagaimanakah pandangan Islam terhadap perilaku oknum-oknum penimbun barang yang sangat dibutuhkan oleh orang banyak?

Perawakannya kecil. Pernah mengikuti seleksi atlet, namun ia gagal. Begitu berhasil lolos seleksi, ia tak pernah menyandang gelar juara satu kali pun. Sebab itulah, ia kemudian seringkali dipandang sebelah mata oleh semua pelatihnya. Dalam hati ia pernah merutuki diri, “Benarkah jalan yang aku pilih? Apakah benar aku berbakat di bidang ini?” Namun berkat kejelian seorang pelatih, ia kemudian menemukan potensi yang selama ini justru tidak ia sadari. Dalam waktu singkat, ia kemudian berhasil menyinggahi podium demi podium. Tak hanya di level nasional dan internasional saja, ia kini bahkan telah menjelma, menjadi seorang, “World Number One (Peringkat 1 Dunia)”. Siapakah atlet yang dimaksud tersebut? Bagaimanakah kisah jatuh dan bangun yang dialaminya, sebelum sukses menjadi seorang world number one?

Melanjutkan materi sebelumnya